1. Penjajahan modern tidak memakai serangan militer, perang, pengerahan senjata, dll. tetapi lebih banyak memakai sarana: pemberian hutang luar negeri, investasi, pembelian asset nasional dengan harga murah, memaksakan mata uang dollar sebagai standar ekonomi, kontrak karya pertambangan yang monopolis dan licik, menanam agen-agen di berbagai sektor kehidupan, mengelola data sebagai aset negara sebagai dengan iming-iming memberikan bantuan di berbagai bidang, dll.
Penjajahan modern tidak tampak seperti penjajahan, tetapi dampaknya sangat terasa. Persis seperti logika “bau kentut”; bentuknya tidak kelihatan, tetapi busuknya membuat orang menutup hidung.
2. Penjajahan klasik sangat jelas siapa lawan yang dihadapi, sebab pasukan musuh melakukan invasi ke sebuah negara. Sedangkan penjajahan modern, tidak perlu pengerahan pasukan. Penjajahan dioperasikan dari jauh melalui sambungan telepon, fax, email, telekonferensi, surat-menyurat, kurir, dll. Para penjajah modern tidak perlu susah-payah berperang, sehingga tangan berdebu dan jatuh korban. Mereka cukup menjajah sebuah negara, misalnya Indonesia, dari kejauhan.
3. Penjajahan klasik sangat disadari oleh masyarakat yang dijajah. Mereka amat sangat tahu kalau dirinya sedang dijajah, sebab pasukan musuh mondar-mandir di depan hidung mereka. Tetapi penjajahan modern amat sangat sulit dipahami oleh rakyat. Mereka merasa hidup baik-baik saja, padahal sejatinya sedang dijajah. Ditambah lagi, Pemerintah suatu negara selalu mengklaim sedang melakukan pembangunan, pembangunan, dan pembangunan; padahal sejatinya, kekayaan negeri mereka terus dijarah oleh para kolonialis.
Seperti di Indonesia ini. Setiap hari rakyat disuguhi tontonan hiburan oleh RCTI, SCTV, TransTV, Trans7, ANTV, GlobalTV, MNC TV (dulu TPI), dll. Tontonan bisa berupa musik, film, kartun, sinetron, lawak, kuiz, reality show, hiburan pengajian, sepakbola, hobi, kuliner, dll. Itu masih ditunjang oleh hiburan lain seperti video, internet, bioskop, kaset, CD/DVD, dll. Masyarakat merasa hidupnya baik-baik saja, tenang-tenang saja, banyak hiburan. Padahal semua hiburan itu hanyalah menipu akal mereka. Agar mereka tidak sadar kalau negaranya sedang dijajah oleh orang-orang asing; agar mereka tidak sadar kalau harta kekayaan negaranya terus dikuras oleh perusahaan-perusahaan asing.
Anak-anak muda yang sangat potensial disibukkan oleh tontonan bola, rokok, narkoba, pornografi, dan seks bebas. Akal mereka tidak bisa berjalan normal karena sudah dihabisi oleh bola, rokok, shabu-shabu, video mesum, dan perzinahan. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik. Misalnya, di Bandung ada ratusan ribu penggemar Persib yang sangat fanatik kepada klub asli Bandung itu. Tetapi dari ratusan ribu Bobotoh Persib itu, berapa orang yang berani menentang penindasan ekonomi oleh perusahaan-perusahaan asing? Paling hanya 6 atau 7 orang saja. Urusan bola, disembah-sembah seperti berhala; tetapi urusan ekonomi rakyat, diabaikan begitu saja. (Miris kalau memikirkan anak-anak muda ini. Akalnya seperti tidak berfungsi, padahal sehari-hari mereka juga hidup susah).
4. Penjajahan klasik biasanya dilakukan oleh suatu negara tertentu. Misalnya negara Nashrani seperti Inggris, Perancis, Portugis, atau Spanyol. Satu wilayah dikuasai oleh satu negara saja. Tetapi di jaman modern ini, penjajahan berlangsung sangat dahsyat. Seperti terjadi di Indonesia, negara penjajah berasal dari banyak negara, seperti: Amerika, Inggris, Jepang, China, Korea, Australia, Belanda, Singapura, Taiwan, Jerman, Belgia, Finlandia, Denmark, dll. Mereka berasal dari aneka bangsa, tetapi tujuannya satu, yaitu: mengeruk kekayaan kita untuk diangkut ke negeri masing-masing. Caranya bisa berkedok kerjasama bisnis, investasi, perdagangan, penjualan teknologi, konsultasi teknik, dll.
5. Penjajahan klasik diakui secara kesatria oleh pelakunya sebagai penjajahan. Tetapi penjajahan modern tidak demikian. Mereka tidak pernah mengaku sebagai penjajah, tetapi selalu berkedok investasi, kerjasama perdagangan, memberi pinjaman hutang, membeli asset-asset, membeli SUN, dll. Intinya, menyedot kekayaan kita, tetapi caranya tampak sopan, halus, dan modern. Tetapi hakikatnya ya mengeruk kekayaan itu. Karena inti penjajahan memang: mengeruk harta benda negara lain secara licik! Covernya bisa macam-macam, tetapi intinya seperti semboyan penjajahan klasik dulu, “Gold, Gospel, Glory.”
6. Dalam penjajahan lama, semua kalangan nasional berusaha melakukan perlawanan kepada penjajah. Kecuali kaum pengkhianat yang menjadi jongos para penjajah. Dalam penjajahan modern, praktik penjajahan itu justru difasilitasi oleh negara, difasilitasi oleh birokrasi, difasilitasi oleh para pejabat, bahkan didukung oleh anggaran APBN/APBD. Ini luar biasa. Pemerintahan suatu negara justru berjuang dengan mengerahkan APBN/APBD untuk memuluskan agenda-agenda penjajahan asing. Masya Allah, betapa terkutuknya perilaku para pejabat negara itu.
Contoh, mereka mengundang komisi dari IMF, atau Bank Dunia, atau CGI, atau WTO, atau CAFTA, dll. Komisi-komisi itu datang dengan membawa proposal kerjasama yang menguntungkan diri mereka sendiri. Pejabat-pejabat kita hanya bisa manggut-manggut, menyetujui, memberi tanda tangan, dll. Tidak ada perlawanan, penolakan, atau ketegasan sama sekali. Para anggota komisi itu sudah tahu kuncinya, “Kasih saja pejabat Indonesia dengan cewek cantik dan uang satu miliar. Dijamin mereka akan diam seribu bahasa.” Anggota komisi itu rapat di gedung negara, memakai fasilitas negara, diberi pelayanan dengan anggaran negara, diberi cindera mata dari anggaran negara, dll. Intinya, negara memfasilitasi para penjajah untuk menindas rakyat negeri itu sendiri.
Sementara rakyat negeri itu sendiri terus asyik nonton sinetron Cinta Fitri, nonton Opera Van Java, terus asyik joget dangdut, terus asyik tawuran setelah nonton bola, terus asyik main FB, terus asyik nonvon video Ariel Superporn,… Seakan otak mereka tidak berisi apa-apa, selain lumpur.
7. Dalam penjajahan lama, setiap upaya perlawanan menentang penjajah akan dibela mati-amtian oleh rakyatnya. Kalau perlu dibela dengan diberi makan nasi bungkus, singkong rebus, ikan asin, atau lauk terasi. Tetapi penjajahan modern sama sekali berbeda. Negara justru mengerahkan APBN untuk memerangi benih-benih perlawanan itu. Caranya, dengan mengembuskan fitnah terorisme. Masyarakat ditakut-takuti dengan kampanye seperti, “Awas teroris! Waspada terorisme! Teroris musuh bersama!” Foto teroris dipampang dimana-mana, penangkapan teroris selalu mendapat liputan khusus dari TVOne, anggota Densus88 bergerak melakukan penangkapan, penembakan, penggerebekan, dll. Semua itu dalam rangka menciptakan suasana takut di hati masyarakat dan penyesatan opini.
Sementara aparat keamanan itu tidak pernah peduli dengan kenyataan lain, berupa pengerukan kekayaan nasional oleh negara-negara asing, penindasan bisnis rakyat oleh perusahaan-perusahaan asing, penghancuran lingkungan, penghancuran budaya, penghancuran sosial, yang dilakukan bangsa-bangsa asing. Seharusnya, mereka menyergap para penjajah itu dengan kehebatan aksi-aksi Densus88, bukan menciptakan ketakutan nasional melalui isu terorisme.
8. Indonesia pernah dijajah Belanda (dan VOC) selama sekitar 350 tahun. Selama itu, kita umumnya hanya kehilangan rempah-rempah, sedikit batu bara, sedikit minyak bumi. Dari sisi kekayaan tidak terlalu besar, apalagi rempah-rempah itu sifatnya bisa ditanam kembali. Tetapi setelah Indonesia merdeka tahun 1945 lalu, setelah kini berjalan 65 tahun, nyaris kita telah kehilangan segala-galanya. Hutan dibabat, aneka barang tambang dikeruk, hasil tanaman diambil, ikan dicuri, lingkungan dirusak, perusahaan dibeli, surat berharga negara diborong, catatan hutang makin menumpuk, sungai dikuasai, sumber-sumber energi dikuasai, bahkan pasar kebutuhan umum juga dikuasai barang-barang asing. Sejak urusan mesin, mobil, computer, listrik, piranti pendidikan, percetakan, tekstil, garmen, makanan, makanan bayi, susu, obat-obatan, sarana hiburan, sampai urusan kecil seperti kecap, saus, sambel, terasi, sabun, sampo, dll. semuanya sudah dikuasai asing. Kita hanya kebagian ampas dan menjadi jongos asing saja.
Maafkan para penerusmu ini para pejuangku yang menyianyiakan perjuanganmu
Hanya bisa #mikir dan #prihatin.
Hanya bisa #mikir dan #prihatin.
Sumber: dari berbagai sumber
0 comments :
Post a Comment