Mar 21, 2015

Fenomena Pendidikan di Indonesia

fenomena pendidikan di indonesia
Pendidikan merupakan proses tanpa akhir yang diupayakan oleh siapapun, terutama (sebagai tanggung jawab) negara. Sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya peradaban manusia itu sendiri.

      A.   Di masa Klasik
Di masa klasik khususnya pada masa penjajahan koloneal, partisipasi masyarakat tehadap pendidikan dibuktikan dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat baik secara mandiri maupun sharing dengan improvisasi pemerintah koloneal.

Keterlibatan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam melakukan kepedulian pada pendidikan dapat dijumpai pada masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim karena memang masyarakat Indonesia terbanyak adalah komunitas Islam. Jauh sebelum lembaga pendidikan sekolah atau madrasah formal sebagaimana yang dijumpai sekarang, pada waktu itu masyarakat sudah memiliki lembaga pendidikan seperti Surau, Meunasah, Rangkang, Langgar, Mushalla, Masjid, Majlis Ta’lim, dan Pesantren. Lembaga-lembaga tersebut secara keseluruhan dibangun atas dasar kemauan dan kesadaran masyarakat sendiri, dan digunakan untuk kegiatan ibadah dan kegaiatan sosial keagamaan juga untuk kegiatan pendidikan. Para tokoh pendidikan yang telah berhasil mendirikan lembaga pendidikan dipelopori oleh ulama-ulama besar seperti; Prof. Hamka, KH. Abdullah Ahmad, Sa’aduddin Jambek, Mahmud Yunus, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Imam Zarkasi, dan masih banyak lagi.   (Abuddin Nata(ed.) 2001 : 6-100).Ini membuktikan bahwa peran dan partisipasi masyarakat pada masa klasik telah mampu mendirikan lembaga pendidikan atas dasar inisiatif dan kesadaran masyarakat sendiri yang teropsesi semata-mata oleh panggilan agama dan perjuangan bangsa, dan digunakan untuk kegiatan ibadah dan kegaiatan sosial keagamaan yang endingnya bermuara pada kegiatan pendidikan.

      B.   Di masa Modern
Masa klasik diakhiri dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, sejak dibukanya kran kemerdekaan kebebasan mayarakat terbuka lebar dalam menyongsong, manata dan merekonstruksi nasib rakyat dan semua sisi kehidupan bangsa terutama dibidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Di era awal masuknya masa modern tidak semudah membalik telapak tangan, dengan bermudal kesadaran masyarakat dalam memperjuangkan kecerdasan bangsa semakin gencar, lembaga-lembaga pendidikan mandiri semakin bermunculan yang didirikan oleh masyarakat seperti TPA, Majlis Ta’lim, Pondok Pesantren, dan kelompok diskusi lainnya. Bukan hanya pendidikan non formal, akan tetapi juga pendidikan formal mulai tingkat dasar, sekolah tingkat menengah/SLTP, sekolah tingkat atas/SLTA, bahkan perguruan tinggi baik swasta lebih-lebih upaya pemerintah sendiri, ini secara bertahap telah berdiri dan menyebar ke penjuru nusantara, dikuatkan dengan dua organisasi Islam besar yang mempelopori masa kebangkitan bumi pertiwi ini, yaitu Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah, ini menandakan bahwa kepedulian dan partisipasi masyarakat sangatlah bertambah besar.
Pendidikan adalah ajang pertarungan ideologis. Bangaimana bukan pertarungan jika pada kenyataannya apa yang menjadi tujuan pendidikan berbenturan dengan kepentingan lain. Lembaga pendidikan adalah wilayah diamana kesadaran diperebutkan oleh berbagai kepentinagan untuk membebaskan manusia (peserta didik) dengan kesadaran dan dorongan untuk terlibat aktif dalam aktivitas yang mengarah pada kemanusiaan, dengan kepentingan utnuk menjadikan peserta didik hanya tunduk pada “kesadaran” yang dapat melanggengkan sistem penindasan dan menjadikan peserta didik hanya sebagai obyek dalam membangun budaya yang menguntungkan kekuasaan yang menindas kemanusiaan (Nurani Soyomukti(ed.) 2010 : 59).
Manusia di negeri ini selalu dijauhkan dari pendidikan dan di dekatkan pada metos, takhayul, dan sentimen-sentimen kelompok sempit. Mekanisme penindasan yang dirempuh dengan jalan menjauhkan masyarakat dari lembaga pendidikan, terbukti hanya anak-anak para pembesar dan para konglomrat saja yang berhak memperoleh pendidikan tinggi, karena merekalah yang menjalankan misi membodohi rakyat. Inilah fenomena yang telah terjadi dimasa cikal-bakal era modern yang bertepatan dengan masa orde lama dan orde baru, atas dampak benturan berbagai kepentingan politik nasib pendidikan mengalami sandungan yang menjadikan tujuan cita-cita luhur mencerdaskan naka bangsa selalu gagal.   

      C.   Di masa Reformasi
Seiring dengan perubahan zaman, perubahan politik, dan teknologi, nilai-nilai tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan bergeser semakin berkurang, bahkan semakin mulai punah. Mereka telah enggan memikirkan tentang pendidikan, tentang keberadaan, proses belajar, dan tidak mau duduk beersama turut berembuk dan bermusyawarah bagaimana mencari solulsi tentang peningkatan dan perkembangan pendidikan secara utuh. Masyarakat tidak mau lagi mendonorkan dananya lagi untuk kepentingan pendidikan baik secara langsung ataupun tidak lansung, semua urusan pendidikan telah dipasrahkan penuh pada instansi pemerintah.
Betapa mengenaskan ! Dalam kaitan ini mutu pendidikan juga berkaitan dengan pemerataan akses serta lemahnya alokasi anggaran. Kedua hal itulah yang membuat pendidikan menjadi mahal, hingga otak harus pindah ke dengkul, bukan di kepala. Pendidikan selalu dipercaya untuk membentuk masyarakat agar dapat menjadi yang pribadi yang berpartisipasi dalam pembangunan. Tapi, idealitas ini tanpaknya akan sangat jauh bila kita melihat apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Cita-cita untuk menciptakan manusia yang lebih baik seakan hanyalah ilusi. Bahkan, kita gagap menghadapi perubahan yang cepat. Dan pendidikan tidak dapat menjawab sama sekali kecendrungan itu. Kebijakan pendidikan pemerintah justru membatasi akses rakyat untuk mendapatkannya (Nurani Soyomukti (ed.) 2010 : 35)
Kebijakan pemerintah telah mempersempit ruang gerak wewenang pengelola pendidikan, terkait dengan kehawatiran terhadap penyalah gunaan wewenang pada hal-hal tertentu di lembaga pendidikan, semisal dalam hal penggelapan dana bantuan, penganiayaan siswa/peserta didik, perilaku kontraversi dengan norma-norma dan sebagainya. Sementara di sisi lain banyak lembaga bermunculan dengan tendensi banjirnya aliran dana yang turun pada lembaga pendidikan, atas dasar ini masyarakat tidak lagi merasakan karena panggilan agama, masalah pahala telah jenuh, bahkan mereka sudah terjebak oleh nilai-nilai kapitalis yang terangsang selalu ingin memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya, tak terkecuali harus mengeruk keuntungan dari pendidikan.
Di era reformasi menghadapi era globalisasi ini, diharapkan kesadaran dan semangat kepedulian tentang reformasi pendidikan memenuhi kondisi masa depan yang dipersyaratkan masyarakat terhadap pendidikan tetap kuat bergulir dan berperan mewarnai. Menghadapi era global dimasa yang akan datang, diharapkan kesadaran dan partisipasi masyarakat tetap mengalir, karena sampai kapanpun pendidikan sebagai suatu upaya menghadapkan manusia pada realitas yang terus saja berubah, saat ini sangat diharapkan perannya untuk mampu mengikuti arus zaman, bukan berarti untuk mengikis kemanusiaan melainkan justru untuk menemukan kondisi air kehidupan yang memungkinkan jiwa-raga bangsa berenang dengan indah.
Realitas global yang berkembang sekarang ini adalah pendidikan itu sendiri dikatakan pendidikan, karena globalisasi telah membawa doktrin yang membentuk masyarakat, peserta didik dan juga pengajar tidak luput dari doktrin global. Singkatnya, sistem dan budaya pendidikan yang berkembang juga telah terhegemoni oleh perkembangan globalisasi (Nurani Soyomukti (ed.) 2010 : 43).
Meskipun istilah Globalisasi telah begitu terkenal, dalam banyak hal awalnya hampir tidak diperdebatkan ilmiah dan kritis terhadapnya, kecuali doktrin. Kalimat yang paling akrab di telinga kita sebagai sering dipidatokan Soeharto dulu, dan juga para politisi “Pro Globalisasi” mau tidak mau, suka tidak suka, kita tidak bisa menghindar dari arus besar globalisai.... Masalahnya, bagaimana kita menyiapkan diri untuk menghadapinya, agar bisa memetik manfaat dari arus besar itu. Camkan..... 

 Ditulis : Drs. Moh. Sunarji (2012)  - Download Versi PDF


0 comments :

Post a Comment